Segala puja dan puji hanyalah milik Allah SWT oleh karenanya kita kembalikan ke hadirat-Nya. Yang telah mengkurniakan rahmat dan segala macam nikmat kepada kita, sehingga dengan nikmat dan rahmat yang telah diberikan-Nya itu, kita bisa hidup diatas bumi-Nya ini dengan penuh keceriaan dan kegembiraan.
Maka bagaimanakah kita tidak memuja dan memujinya, sedangkan kita sendiri tidak mampu untuk melihat sesuatu yang terdekat dengan pandangan kita sendiri, yaitu mata kita. Sungguh Agung dan Mulianya Engkau yang Allah.
Shalawat dan salam, kesejahteraan dan keselamatan, semoga senantiasa terlimpah dan tercurah diatas haribaan Junjungan kita Nabi Besar Muhammad Rasulullah SAW seorang Nabi dan Rasul Pembawa Nur Islam ke seantero pelosok alam jagat raya ini.
Dengan Nur Islam itu bumi ini menjadi terang benderang, dipenuhi dengan cahaya akhlaq dan moral yang baik, sehingga manusia dapat melihat tongkat-tongkat Agama kemudian dapat memegangnya dengan erat agar tidak terpelanting dari Shirothal Mustaqiem (jalan lurus yang benar).
Bila kita memperhatikan shalat yang kita kerjakan, maka ternyata masih banyak kekurangannya, terutama jika kita lihat dari segi ke khusyu’an sehingga seakan-akan shalat yang kita laksanakan tidak ada artinya bila dibandingkan dengan tingkat ke khusyu’an yang dimiliki oleh para Anbiya, Wal Mursalin, para Awliya, wash Shalehin wal Abidin.
Seperti bila kita simak dan perhatikan kisah mengenai shalatnya Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib, ketika beliau terkena panah musuh dalam satu pertempuran, pada saat itu anak panah yang menancap ditubuh beliau akan dicabut, ternyata beliau tidak kuat menahan sakit, namun ketika beliau sedang mengerjakan shalat, kemudian anak panah itu dicabut, beliau tidak merasakan sakit sama sekali. Demikianlah, betapa khusyu’nya beliau mengerjakan shalat. Bisa, mampu dan dapatkah kita mengerjakan shalat seperti shalatnya ‘Ali bin Abi Thalib?.
Mudahan dan semoga kita dapat mengikuti, Insya Allah. Tapi walau demikian, menurut riwayat, diberitakan bahwa pada suatu hari, Rasulullah SAW mengadakan semacam sayembara : barang siapa yang paling khusyu’ dalam waktu shalatnya, maka orang itu akan diberi bonus hadiah sorban yang terbaik dan termahal oleh Baginda Nabi SAW.
Lalu berdirilah ‘Ali bin Abi Thalib menyatakan sanggup melaksanakan. Baiklah ujar Nabi SAW cobalah engkau kerjakan wahai ‘Ali. Selanjutnya ‘Ali pun segera melaksanakan, tetapi apakah memang berhasil? Oh kiranya sebentar waktu lagi akan mengucapkan salam, rupanya terbetik dalam qalbunya sorban yang mana gerangan yang akan dihadiahkan oleh Rasulullah kepadanya?
Demikian, sesekali pernah dialami oleh ‘Ali bin Abi Thalib, pada saat itu beliau menyatakan menyerah sebelum finish kepada Nabi SAW dan beliau gagal menerima hadiah sorban yang terbaik dari tangan Rasul SAW.
Nah Paket Syari’at (wajib shalat) itulah yang diambil dan diterima olah Junjungan kita Nabi Muhammad Rasulullah SAW dari Hadhirat Allah SWT dalam rangka misi (studi tour) napak tilas, dalam perjalanan Isra dan Mi’raj beliau, masuk dari Masjidil Haram (Makkah) ke Masjidil Aqsha (Palestina) terus naik ke alam yang maha tinggi hingga sampai ke Hadhirat Allah SWT.
Kemudian setelah beliau kembali, Paket Wajb Shalat itu pun beliau bagikan merata kepada semua ummat, tanpa pilih bangsa, ras, etnis dan sebagainya. Yang pokok asal mereka Mukmin dan Muslin, kapan dan dimana pun berada di muka Planet Bumi ini.
Demikianlah peristiwa Isra dan Mi’raj Nabi SAW sangat besar manfaatnya untuk direnung, digali hikmahnya dan kemudian dijadikan sebagai alat pembakar semangat, menghidupkan energi karya guna meningkatkan perjuangan disemua bidang, khusus menyemarakkan syi’ar Agama Islam.
Memang dampak positif dari hasil peristiwa Isra dan Mi’raj Nabi SAW adalah lebih menimbulkan semangat dan ketabahan Rasulullah SAW dalam berjuang atau berjihad fisabilillah.
Nabi Muhammad SAW telah melawat ke ruang angkasa, telah menyaksikan bermacam ragam keajaiban, dilangit yang lapis demi lapis, tingkat demi tingkat, sehingga sampai ke Sidratul Muntaha dan langsung audiens menghadap Hadhirat Allah SWT Yang Maha Esa dan Maha Kuasa, yang Zat-Nya Laisa ka mistlihi syai-un, maka bertambahlah semangat Rasulullah SAW untuk berjihad, berjuang, berkarya dan beramal fi Sabilillah dan begitu pula menambah kekuatan iman beliau untuk menegakkan Dienul Islam dipermukaan Planet Bumi yang luas ini.
Pada biografi Rasul memang ada lembaran yang sedikit kelabu, yaitu pada tahun yang kesepuluh dari ke Rasulan, beliau mendapat musibah yang boleh dikatakan berat, dimana pada saat itu beliau ditinggalkan wafat oleh isteri beliau tercinta yang bernama Sayyidah Khadijah, kemudian berselang sebulan antaranya, wafat pula Paman beliau yang tersayang yang bernama Abu Thalib, maka hati siapa yang tiada akan pecah dan sedih. Rupanya demikian Iradat dan Kehendak Allah SWT yang berlaku.
Setelah mengetahui situasi yang demikian, oh rupanya yang bersorak surai saking gembiranya ialah kaum juhala kafir Quraisy. Mengapa sebabnya ?. sekarang setelah dua orang pembantu utama Rasul telah tiada, maka mereka sangat bebas menghina, mengejek, menggencet dan menyiksa terhadap pada shahabat dan pengikut Rasul, terutama kepada diri pribadi Nabi SAW sendiri.
Allah SWT Maha Mengetahui hal yang demikian, kemudian Dia tidak menghendaki dan membiarkan perlakuan kaum kafir terhadap Rsul Utusan-Nya berlangsung lama.
Selanjutnya Allah SWT mengutus Malaikat Jibril dan Mikail untuk menjemput nabi Muhammad SAW dengan mempergunakan kendaraan yang berkecepatan sama dengan kilat, beliau dibawa berjalan pada waktu malam hari, keadaan yang demikian itulah yang disebut dengan Isra (berangkat dimulai dari Masjidil Haram melalui dan singgah pada beberapa tempat yang bernilai sejarah, hingga tiba di Masjidil Aqsha, Palestina). Kemudian dari Masjid ini, beliau diangkat untuk dibawa naik ke angkasa tinggi, hingga akhirnya sampai di Hadhirat Allah SWT. Hal inilah yang disebut dengan Mi’raj.
Untuk apa Nabi SAW disuruh beraudiensi (menghadap Hadhirat Allah) ??
Didalam bidang keimanan dan kerohanian, kita sebagai ummat pengikut dan pencinta Nabi Muhammad SAW harus ekstra hati-hati dan waspada, agar kita dalam perjalanan hidup didunia ini, jangan sampai terjatuh, terjerumus, tergelincir terpeleset kedalam jurang kesesatan, agar jangan sampai perpijak ranjau yang berakibat fatal dan membahayakan, yang sengaja dipasang oleh iblis syaithan dan kaum orientalis Prancis, Inggris dan lainnya yang sangat ingkar terhadap ajaran Islam dan sangat berani menjelek-jelekan Sunah Nabawiyah dan Pokok Agama sekaligus.
Dalam hal ini, kadang kala kita tidak sadar, boleh jadi karena tidak tahu atau juga tidak mau tahu, akibatnya tidak faham dan menerti, akan inti kihmah ajaran Islam yang disampaikan olah Nabi Muhammad SAW.
Walaupun menanggapi, tapi bisa-bisa terjebak oleh rasio (akal) yang hasilnya tidak akurat, menurut pendapat pribadi.
Demikianlah halnya dalam menanggapi kejadian Isra dan Mi’raj Nabi beserta segala rangkaian peristiwanya.
Kita ambil contoh sebagai berikut :
Ada beberapa ahli fikir yang melontarkan beberapa hal yang menurut mereka (ujarnya) meragukan.
Bahwa peristiwa Isra dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW mengandung berbagai macam keajaiban yang dapat membikin akal manusia bingung memikirkan. Beberapa masalah yang mereka kemukakan :
Kebanyakan pada Nabi, yang dijumpai oleh Rasulullah SAW pada setiap tingkat langit itu ialah Para Nabi dari Bani Israel.
Dalam perjalanan Mi’raj Nabi Muhammad SAW pada saat itu Nabi Musa menanyai kefardhuan shalat, kemudian meminta kepada Nabi Muhammad SAW agar kembali untuk memohon keringanan.
Selanjutnya Rasulullah Saw pulang balik sehingga beliau merasa malu kepada Allah SWT yang pada akhirnya menjadi Imam shalat bagi para Nabi dan Rasul ketika beliau shalat di Masjid Aqsha sebelum beliau Mi’raj, padahal waktu itu belum ada kefardhuan shalat.
Kemudian menyangkut perkara yang disaksikan oleh Nabi Muhammad SAW pada waktu beliau Isra, dalam hal peristiwa yang berkaitan dengan Hukum dan Perkara yang diharamkan, pada hal waktu itu perkara tersebut belum di syari’atkan, seperti Nabi Muhammad SAW menyaksikan segerombolan manusia yang menolak memakan daging masak yang enak, tetapi toh mereka memakan daging mentah dan busuk, untuk perlambang (simbolis) bagi orang yang meninggalkan isterinya yang halal dan mereka melakukakn zina (perselingkuhan) yang diharamkan oleh Allah SWT.
Gambaran tersebut menunjukkan diharamkan zina serta akibat buruk yang menimpa pelakunya kelak, padahal “larangan zina” ini baru diturunkan sewaktu periode Madinah, sedangkan peristiwa Isra terjadi pada peride Makkah sebelum Hijrah.
Masalah tersebut berkelanjutan, melangkah lebih jauh lagi dengan mereka mengatakan “tidak masuk akal, menurut pertimbangan akal yang sehat”, lalu ujar mereka :
Hadist yang membicarakan pembedahan dada Rasulullah SAW sebelum terjadinya Isra dan Mi’raj Nabi Muhammad Saw, tidak masuk akal.
Nabi-Nabi dari Bani Israel diberikan kedudukan istimewa melebihi Nabi-Nabi yang lain sehingga menduduki tempat yang istimewa dilangit, tidak masuk akal (ujar mereka).
Nabi Musa AS berada dilangit yang keenam sebagi stasiun atau terminal bagi Nabi Muhammad Saw setelah beliau melewati Nabi Ibrahim AS yang berada di langit yang ke tujuh, yang akhirnya nabi Musa AS memberikan nasehat kepada Nabi Muhammad SAW, dan seterusnya-dan seterusnya. (ujar mereka) tidak masuk akal.
Selanjutnya mereka mengatakan pula Hadist Isra dan Mi’raj Nabi SAW adalah dongeng Israeliyat yang tidak mempunyai dasar sama sekali.
Demikianlah tanggapan den menurut pendapat akal fikiran mereka dari beberapa ahli fikir yang rasionya keseleo dan keblinger.
Untuk mengantisipasi, menyangga dan meredam pendapat dan pemikitan dari ahli yang keseleo itu, kita harus cepat tanggap, agar jangan sampai menyeret ummat yang masih awam, menginjak ranjau yang memang sengaja dipasang oleh iblis dan syaithan yang gentayangan dimuka bumi ini.
Untuk menangkis dan menangkal serangan mereka yang sangat berbahaya itu, menurut hemat kita tiada lain ialah kita harus mengadakan pembahasan mengenai masalah Isra dan Mi’raj ini, sebagai upaya untuk menggalinya dari sudut pandang yang selalu baru yang timbul dari perputaran hidup ini, namun bagaimana pun juga pokok pembahasan, kita tidak boleh menambah-nambah atau mengada-ada dari apa yang telah dikemukakan oleh Al Qur’an dan Sunnah Shahehah yang mengetengahkan peristiwa tersebut adalah sebagai mu’jizat.
Kita mencari penafsiran yang aktual yang dihubungkan dengan peristiwa dewasa ini yang terjadi sesuai dengan perkembangan keadaan zaman.
Dalam hal ini kita telah mengetahui bahwa diantara kemu’jizatan Al Qur’an tidak akan habis keajaibannya serta tidak akan rusak meskipun banyak orang yang menolaknya, begitu pula rujukan Hadist Shaheh dari Nabi ditambah pula dengan perputaran waktu dan perkembangan fikiran yang selalu mengalami perningkatan sehingga dapat menyuguhkan penafsiran yang baru dan mengagumkan terhadap peristiwa Isra dan Mi’raj.
Sekarang marilah kita coba menyimak, semoga sesuai dengan izin Allah
Peristiwa yang tidak dapat dijangkau oleh akal manusia, memang tidak disebutkan oleh Allah SWT secara tegas didalam Al Qur’an, hanya tergantung pada keimanan manusia masing-masing.
Manakala kita telah mengimani (percaya) dan meyakini tentang kebenaran peristiwa Isra-nya Nabi SAW maka selaku orang yang beriman, kita pun yakin dan percaya tanpa reserve, bahwa Allah SWT Maha Kuasa menciptakan sesuatu hal atau perkara apa pun jua, diluar batas kemampuan akal pikiran kita sebagai manusia yang sangat dha-if.
Kenyataan yang tidak bisa dibantah, bahwa mu’jizat yang diberikan olah Allah SWT kepada Rasul-Rasul-Nya adalah merupakan kejadian luar biasa yaitu diluar hukum alam yang berlaku.
Allah SWT menciptakan keadaan yang luar biasa diluar ketentuan hukum alam-Nya agar kita ummat manusia mengerti bahwa diatas Undang-Undang Hukum atau ketentuan yang berlaku bagi alam ini, ada Maha Pencipta Yang Maha Kuasa, yang kuasa membuat keadaan dimana hukum alam itu aktif dan pada waktu yang lain pasif, tidak berlaku untuk sementara waktu.
Kejadian yang diluar hukum alam, yang luar biasa yang terjadi pada seorang Rasul dan peristiwa yang demikian itulah yang disebut Muji’zat.
Untuk argument sebagai bukti ke Maha Kuasaan Allah SWT kita angkat firman Allah SWT yang termaktub pada Surat Al Anbiya ayat 67 s/d 70 :